Kamis, 18 Juli 2013

Another Rafa-Putri Story



Love to Death
Soundtrack:
1. Cinta sejati - Bunga Citra Lestari.
2. Cinta diam2 - Febrian
3. A thousand years
4. Star - Kang Min Hyuk
5. Love you to death - KCM
6. End of the day - V.O.S
"Udah dong, jangan nangis terus. Ini kan hari ultah lo" ucap Sonya menenangkan.
"Gimana nggak nangis kalo hari ini cowok gue juga mati! Aaaaaa....." jawab Tere sesegukan.
"Lagian lo punya pacar bodyguardnya mafia, jadi mati kan dia?" Kata Sonya menyalahkan.
"Aaaaaaaa.....resek lo!" Tere makin manyun.
"Eh Ca, lo mau kemana?" tanya Sonya saat melihat Caca beranjak dari tempat duduknya.
Caca menuju panggung kecil di Cafe yang sedang mereka kunjungi sekarang ini.
"Halo, tes..tes.." Caca mengecek suara mic yang baru saja di pegangnya. "Maaf ganggu waktu kalian, gue cuma mau nyanyiin sebuah lagu buat temen gue yang lagi ultah hari ini" Caca tersenyum ke arah teman-temannya.
Di sisi lain.
"Bos, apa Bos akan nyamar lagi untuk nyari penyanyi baru?" tanya seorang assistant pada Bos disampingnya yang notabene seorang produser musik.

"Bisa jadi" jawabnya kemudian meminum Cappuchino yang baru saja dipesannya.
Mendengar suara alunan musik dimulai, Rafael si produser musik dan pengunjung Cafe lainnya seketika melihat ke arah panggung.
Manakala hati menggeliat mengusik renungan...
Mengulang kenangan saat Cinta menemui Cinta...
Suara sang malam dan siang seakan berlagu...
Dapat aku dengar rindumu memanggil namaku...
Saat aku tak lagi disimu...
Ku tunggu kau di keabadian...
Caca menyanyikan lagu Cinta Sejati yang di populerkan oleh Bunga Citra Lestari.
Aku tak pernah pergi selalu ada di hatimu...
Kau tak pernah jauh selalu ada di dalam hatiku...
Sukmaku berteriak menegaskan ku Cinta padamu...
Terimakasih pada Maha Cinta menyatukan kita...
Saat kau tak lagi disisimu...
Ku tunggu kau di keabadian...

Cinta kita melukiskan sejarah...
Menggelarkan cerita penuh suka cita...
Sehingga siapa pun insan Tuhan pasti tau...
Cinta kita sejati...

Seketika seluruh pengunjung bertepuk tangan saat Caca menyelesaikan nyanyiannya.
"Gila, suaranya bagus banget! Btw lagu barusan kok kaya kisah Cinta Bos ama Putri ya?" ucap Jono sambil tepuk tangan semangat.
"Jon.." ucap Rafael yang masih terpaku sambil tepuk tangan.
"Ada apa Bos?" tanya Jono mendekat.
"Sekarang saatnya!" kata Rafael tersenyum sambil mengusap air matanya yang sedikit jatuh.
Jono: ???
Kisah Cinta Rafael-Putri hanya masa lalu. Dan semuanya berakhir 3 tahun yang lalu saat Putri di persunting oleh seorang lelaki bernama Mahendra/Hendra. Dan sesaat setelah melahirkan anak pertama, Putri meninggal dunia. Mungkin ingatan ini yang membuat Rafael menjatuhkan air mata saat mendengarkan lirik lagu yang dinyanyikan Caca.
Selang kemudian.
"Ya ampun, liriknya kena di hati gue banget Ca! Tengkyu ya udah hibur gue" kata Tere yang kemudian memeluk Caca.
Caca hanya tersenyum melihat kedua temannya.
"Maaf, permisi?" sapa Jono menghampiri meja Caca.
"Hah, rekaman?!" teriak Tere dan Sonya setelah mendengar penjelasan Jono yang menawarkan Caca untuk rekaman lagu.
"Kalo anda berminat silakan datang ke kantor Rafael Production" kata Jono sambil menyerahkan kartu nama perusahaan pada Caca. Jono pun pergi.
"Ya ampun Ca, lo bisa jadi artis!" ucap Tere kegirangan.
"Eh Re, inget yang dikuburan" kata Sonya yang bikin Tere manyun lagi.
Di sisi lain.
"Eh Jon, kamu ngasih tau dia bener kan?" tanya Rafa pada Jono saat melihat raut wajah Caca tidak menunjukkan perasaan senang sama sekali.
"Ya bener lah Bos, saya nggak ngaku-ngaku lagi kalo saya Bos Rafael hehe" kata Jono nyengir.
"Tapi kok dia kaya nggak seneng gitu dapet tawaran rekaman? Yang lain mah kalo dapet tawaran rekaman kalo nggak jingkrak-jingkrak ya teriak-teriak" ucap Rafael yang mengingat beberapa artis yang pernah diorbitkannya dulu.
"Cabut yuk? Kalo telat kerja entar si Mak Lampir ngomel-ngomel, males gue dengerin bacotnya" kata Caca beranjak dari tempat duduknya.
"Ya elah, kalo dia marah tinggal lo ancem aja nggak mau kerja, lo kan primadona di Club" jawab Tere kemudian menyusul langkah Caca dan Sonya yang keluar dari Cafe.
"Jon, kamu pulang duluan aja ke kantor, aku mau ngikutin mereka dulu" kata Rafael menepuk pundak Jono kemudian pergi.
"Tapi Bos?"
Selang kemudian.
"Ngapain anak kuliahan kaya mereka sore-sore gini ke Club?" ucap Rafael saat melihat Caca dan teman-temannya masuk ke sebuah tempat bernama Club 69.
Beberapa jam kemudian.
Akhirnya Rafael memutuskan untuk masuk ke Club itu.
Dug...dug...dug...
Suara piringan DJ dan lampu disco menyambut saat Rafael memasuki Club. Rafael menuju bartender dan memesan minuman bersoda. Di perhatikannya setiap sudut Club. Banyak sekali para lelaki hidung belang yang di temani wanita-wanita penghibur. Terdapat pula panggung kecil panjang dimana para penari erotis beraksi.
Mata Rafael terbelalak saat melihat orang yang sedari tadi di carinya sedang menemani seorang lelaki paruh baya dengan memakai pakaian seksi dan membantunya meminum minuman. Minuman bersoda yang baru saja di tengguknya kini meleber ke kemeja yang di pakainya.
Selang kemudian.
Brak!
Rafael menutup keras pintu mobil saat sudah masuk ke dalamnya. "Gimana bisa cewek muka polos kaya dia? Aisshhh" ucap Rafael yang masih nggak percaya akan apa yang dilihatnya barusan. "Sial!" Rafael memukul setir mobil dengan perasaan kecewa.
Dengan kesal Rafael membuka jas dan kemeja yang di pakainya sehingga terlihat dada bidangnya yang sixpack. Di gantinya dengan kaos lalu merapikan rambutnya dengan belah tengah dan memakai kaca mata bulat. "Saatnya memulai petualangan!" ucapnya lalu keluar dari mobil menuju Club 69.
Dengan mengendap-endap Rafael menuju pintu samping Club. Didapatinya seorang wanita sekitar umur 50 tahunan yang perawakannya seperti pembantu sedang membuang sampah.
"Bu maaf, apa.." belum selesai Rafael bicara si Ibu malah motong.
"Eh kamu Jono yang jadi pelayan bartender baru disini ya? Saya sudah nunggu kamu, ayo masuk" kata Bibi saat melihat perawakan culun Rafael.
Rafael: ???
Setelah mengganti pakaian dengan pakaian pelayan, Rafael menuju bartender. Di lihatnya Caca masih dengan keadaan yang sama, hanya saja dia sekarang agak mabuk.
Selang kemudian. Caca sudah tidak lagi di tempat duduknya.
"Kemana dia?" batin Rafael sambil matanya jelalatan melihat ke sekeliling.
Beberapa jam kemudian.
"Gila, kerja jadi bartender serasa jadi kupu-kupu malam" eluh Rafael sambil mengusap-usap punggung lehernya yang pegal karena habis begadang semalam menjadi bartender.
Dia pun menuju Ruang Ganti untuk mengganti baju. Langkahnya terhenti saat mendengar suara orang menelpon dengan suara keras di depan pintu sebuah kamar. Rafael mencoba bersembunyi di balik tembok.
"Iya-iya gue kesana sekarang" ucap laki-laki paruh baya tersebut pada orang diseberang telepon.
"Mas, uang?" kata seseorang yang baru keluar dari kamar laki-laki itu berdiri.
"Oh iya, lu kan butuh duit buat makan" ucapnya meremehkan sambil melemparkan puluhan uang ratusan ribu hingga jatuh ke lantai, kemudian pergi.
Mata Rafael terbelalak saat melihat Caca yang hanya memakai selimut untuk menutupi tubuhnya perlahan memunguti uang di lantai sambil terisak. Rasa itu kini muncul, membuat Rafael ingin menolong. Tapi langkahnya terhenti saat Bibi menghampiri Caca duluan.
"Ya ampun Neng Caca, Bibi kan udah bilang ngambil uangnya ama Nyonya aja" kata Bibi sambil membantu memunguti uang dan membantu Caca berdiri.
"Nggak Bi, kalo uangnya ke Mak Lampir dulu pasti pas aku minta uangnya udah berkurang banyak" jawab Caca lemah.
Bibi pun membantu Caca masuk kamar.
Brug!
Rafael menjatuhkan tubuhnya ke kasur saat sudah sampai di apartementnya.
"Gimana Bos petualangan semalem? Bos jalan-jalan kemana aja?" tanya Jono yang baru melihat Bosnya setelah menghilang semalam.
"Jalan-jalan pala lo! Gue semalem kerja!" jawab Rafael kesal.
"Lha trus, yang namanya Caca itu gimana? Apa Bos udah bujuk dia?" tanya Jono lagi.
"Udah, nanyanya entar aja. Sekarang gue mau tidur, capek!" ucap Rafael lalu menutup mukanya dengan bantal. "Pokonya entar malem lo ikut gue ke tempat tu cewek" sambungnya kemudian berguling dan menutup badannya dengan selimut.
Jono: ???
Malam harinya.
"Bos, ngapain kita ke tempat beginian? Bos mau ajep-ajep? Kita kan bisa ke tempat yang lebih mewah Bos" ucap Jono melihat sekeliling saat mobil baru terparkir tak jauh dari Club 69.
"Banyak tanya lu Jon. Kalo pun gue ajep-ajep lo tetep kerja" jawab Rafael sambil melepas seat belt. "Dia ada di dalam, lo harus bujuk dia supaya mau rekaman. Gue mau pura-pura jadi Pelayan Bartender lagi" ucap Rafa kemudian menutup pintu mobil.
"Bos, dandannya kurang jelek, tukeran ama muka saya gimana?" teriak Jono dari kaca mobil.
"Sialan lo!" teriak Rafa sambil membenarkan rambut belah tengahnya.
“Hehe”
Dug..dug..dug…
Suara disco kembali menggema. Terlihat Caca sedang mabuk di bartender.
"Gue udah bilang kalo gue nggak mau!" tolak Caca mentah-mentah atas tawaran Jono.
Rafael memberi isyarat ke Jono untuk tetap membujuk walaupun Jono harus geleng-geleng kepala dulu karena dari tadi udah di tolak.
"Siapa sih lo?! Ikut campur urusan orang aja. Kalo pun gue jadi penyanyi, masa lalu gue yang kaya gini pasti akan terungkap dan ngebuat image gue ancur dalam sekejap. Lo nggak mikir kesitu apa?!" kata Caca sambil noyor-noyor kepala Jono.
"Eh Mba, kalo aja bukan Bos saya yang nyuruh, saya juga males bujuk Mba untuk rekaman!" jawab Jono esmosi.
"Bilang ama Bos lo. Kalo dia mau gue rekaman dia harus ngancurin tempat ini dan ngasih seluruh hartanya buat gue. Bisa?" ucap Putri kemudian meminum minumannya lagi. "Nggak yakin gue kalo dia mau ngasih hartanya, ck!" sambungnya yang menganggap semua laki-laki di dunia itu tidak baik, pengecut, pembohong, nggak bertanggung jawab, de el el.
Jono hanya geleng-geleng kepala mendengarnya.
"Kenapa Mba nggak ambil aja tawarannya? Itu kan bisa ngebuat Mba keluar dari pekerjaan hina ini" Rafael yang tadinya cuma diam sambil melayani minuman Caca kini angkat bicara.
"Siapa lo? Anak baru udah ikut campur. Berani ya lo ngomong ama gue? Kalo lo mau ngomong ama gue, lo harus bayar gue kaya yang lain" ucap Caca sambil nunjuk-nunjuk Rafael. "Tapi mana mungkin cowok miskin yang kerjanya cuma jadi bartender bisa bayar gue, tarif gue mahal Mas!" sambungnya kemudian tiduran di meja bartender karena sudah mabuk berat.
"Gimana kalo ternyata saya bisa bayar?" tantang Rafael yang kemudian membuat Caca mengangkat kepalanya dan berbisik padanya.
"Kita bisa ngomongin rekaman itu sambil bercinta sampai pagi" jawab Caca tersenyum sambil menepuk-nepuk bahu Rafael kemudian pergi dengan sempoyongan.
Merasa tertantang, Rafael hanya tertawa nggak percaya mendengarnya.
"Bos beneran mau tidur ama dia?" tanya Jono.
"Kalo itu bisa ngebuat dia jadi ikut rekaman dan keluar dari dunia malam, kenapa enggak? Gue juga capek jadi cowok baik-baik" jawab Rafael sambil melihat ke arah mana Caca pergi.
Jono: ???
Besok malamnya.
Cekrekk...
Pintu kamar Caca terbuka oleh seseorang. Caca sedang mengolesi hand body ke kakinya saat orang itu menutup pintu. "Siapa yang harus gue layani malam ini?" tanya Caca yang mengira yang masuk adalah si Mak Lampir, Bos-nya.
"Saya" jawab orang itu yang ternyata Rafael.
"Ngapain lo kesini?? Kalo Mak Lampir tau lo pasti di gebukin!" kata Caca saat tau kalo yang masuk kamarnya adalah Rafael dan seketika dia mencoba memeriksa keadaan luar kamarnya, takut-takut ada yang melihat Pelayan Bartender berani masuk kamar tanpa membayar.
"Ngapain lo kesini? Gue mau kerja, jadi nggak ada waktu buat ngobrol ama orang kaya lo" ucap Caca sambil kembali mengolesi kakinya dengan hand body.
"Ngobrol sama saya juga termasuk kerja" jawab Rafael sambil melihat-lihat isi kamar Caca.
Sedikit aneh sebenarnya. Kamar wanita penghibur kok cat-nya pink, banyak boneka, gitar, bahkan poster One Direction juga nempel di dindingnya. Layaknya seperti kamar anak remaja yang sedang menuju dewasa.
"Apa Caca nggak terlalu dewasa untuk punya kamar yang modelnya seperti ini? Masa kecil kurang bahagia" batin Rafael tertawa.
"Maksud lo apa?" tanya Caca yang membuyarkan lamunan Rafael.
"Apa kamu nggak inget kemarin?" tanya Rafael sambil duduk di kursi meja rias.
"Inget apaan?" jawab Caca ketus.
"Kita ngomongin kontrak itu sambil bercinta sampai pagi" Rafael mengulang kata-kata Caca kemarin. "Makanya saya kesini" sambungnya.
"Emangnya lo punya duit?" tanya Caca kemudian berjalan ke arah lemari pakaian.
"Buktinya saya disini, dan Bos kamu sampai sekarang nggak nyeret saya keluar" jawab Rafael memperhatikan Caca.
"Dapet duit dari mana lo? Seenggaknya lo harus bayar gue 5 juta kalo lo mau selamat keluar dari kamar ini" ucap Caca sambil mencari pakaian yang di inginkannya.
"Nggak perlu tau saya dapet duit dari mana, yang jelas..." ucapan Rafael terpotong saat melihat Caca tiba-tiba melepas kaosnya dan menggantinya dengan tenktop.
Rafa: ???
"Oke gue ngerti, gue nggak peduli meskipun duit lo itu dapet nyuri sekalipun" ucap Caca kemudian duduk di kasur. "Ya udah tolong ambilin barang di laci" ucapnya sambil menunjuk laci di meja rias.
Rafael membuka laci tersebut dan matanya terbelalak saat melihat di dalam laci tersebut terdapat berkotak-kotak kondom. Persediaan setahun Mba?
"Ngapain bengong? Cepet ambil satu!" kata Caca kesal saat melihat Rafael hanya menatap bingung alat kontrasepsi tersebut.
Rafael mengambil satu dan menyodorkannya ke Caca.
"Ngapain di kasih ke gue? Ya lo pake lah! Gue nggak mau hamil!" ucap Caca geram.
Apa Caca nggak tau kalo Rafael nggak pernah pake kaya gituan? Masih perjaka ting-ting cuy! Liat aja, pas megang tu barang kaya megang kotoran. Yang di pegang ujung bungkusnya yang lancip doang, haha.
"Lo nggak bisa pake ato nggak mau pake? Lo nggak pernah tidur ama cewek ya? Jangan-jangan ciuman juga nggak pernah haha" ucap Caca terbahak dan Rafael melengos mendengarnya karena merasa di remehkan.
Caca menghampiri Rafael yang duduk di depan meja rias. "Lo tuh sebenernya cakep, gue dandanin ya?" kata Caca yang kemudian membuka kaca mata Rafael. Memberi rambutnya hair spray dan menyisir rambutnya ke atas agar lebih keren. "Nah, selesai" ucapnya sambill melihat Rafael dari cermin. "Ya ampun, ni cowok gan-teng ternyata" batin Caca terpesona.
"Kayaknya malem ini gue lagi beruntung karena dapet cowok perjaka, hehe" ucapnya kemudian tiduran di kasur. "Karena ini pertama kalinya buat lo, gue akan ngajarin dulu macam-macam posisi bercinta, gue kasih bimbel ekspress, jarang-jarang gue ngasih bimbel kaya gini dan lo termasuk orang yang beruntung. Sini lo" sambungnya sambil menepuk-nepuk kasur agar Rafael tiduran di sampingnya.
"Gimana dengan rekaman?" tanya Rafael sambil tiduran di samping Caca.
"Gue kan udah bilang, kita ngomonginnya sambil bercinta" bisik Putri di telinga Rafael lalu menaiki tubuhnya dan mendudukinya.
Rafa: ???
"Ini namanya posisi Woman on Top, kalo lo..." ucapan Caca terpotong saat tiba-tiba ada yang membuka pintu kamarnya.
"Oh maaf Neng, Bibi nggak tau kalo Neng lagi kerja, biasanya kan kalo lagi kerja pintunya di kunci" ucap Bibi yang nggak enak saat melihat Rafael dan Caca sedang?
Rafael: ???
"Iya nggak apa-apa kok Bi, gue yang teledor tadi lupa kunci pintu. Bibi bawa pesenannya?" tanya Caca sambil berjalan menuju pintu.
"Iya Neng, ini jamu sari rapetnya" jawab Bibi sambil memegang segelas jamu.
Selang kemudian.
Caca merem-melek saat meminum jamunya.
"Kenapa kamu nggak ambil kontrak rekamannya aja? Jadi kan nggak perlu kerja kaya gini?" tanya Rafael yang mimik mukanya ikut berubah saat melihat Caca minum jamu yang pahit.
"Lo nanya itu mulu, jangan-jangan lo produsernya lagi?" ucap Caca yang kembali tiduran di samping Rafael.
"Kalo iya emang kenapa?" tanya Rafael yang tiba-tiba mengambil posisi di atas tubuh Caca.
Caca: ???
Deg!
Ada sesuatu di hati Caca. Kecoa? Bukan! Tapi sesuatu yang bergejolak. Bukankah posisi ini sudah biasa dia lakukan dengan pria lain?
"Ya nggak kenapa-kenapa, cuma aneh aja kenapa pengen banget gue buat rekaman" jawab Caca yang berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.
"Kalo aku bilang, karena aku suka kamu, gimana?" tanya Rafael lagi sambil mendekati wajah Caca.
Caca: ???
Hidung mereka tinggal satu centi lagi bersentuhan. Caca mencoba mengendalikan perasaannya dan menutup mata, berharap berciuman. Melihat hal tersebut Rafael hanya tersenyum.
"Ya aku tau kalo aku ganteng"
Caca mendengar suara Rafael yang seolah menjauh.
Caca: ???
Caca membuka mata dan melihat Rafael sudah tiduran lagi di sampingnya.
"Malam ini kamu nggak perlu kerja" ucap Rafael tersenyum ke arah Caca.
"Maksudnya??" ucap Caca sedikit bangkit.
"Udah yang penting sekarang kamu tidur-istirahat supaya besok kamu bisa dateng ke kantor aku untuk menyetujui rekaman" ucap Rafael tersenyum sambil menarik Caca tidur dipelukannya.
“Jadi dia produser???” batin Caca masih nggak percaya.
Bagi Caca sekarang, entah mengapa dada bidang Rafael yang kini di peluknya sangat mengagumkan. Membuatnya ingin selalu seperti ini. Ini bukan Cinta! Hatinya masih menegaskan seperti itu. "Wangi" batin Caca saat mencium bau tubuh Rafael dan dia menikmatinya sambil memejamkan mata.
Besok paginya.
Caca membuka mata tapi tak didapati Rafael di sampingnya. Hanya ada secarik kertas di bawah gelas berisi susu putih hangat di meja riasnya.
Aku tunggu di kantor, my sweety.
By Rafael.
Begitu isinya.
"Ck! Dasar pembohong. Ngakunya Jono padahal namanya Rafael" ucap Caca tersenyum kemudian meremas kertas itu dan meminum susu hangatnya.
Di Kantor Rafael Production.
"Mana Bos lo?!" teriak Caca tiba-tiba di depan meja Jono.
"Anda mau apa kesini??" tanya Jono bingung dan langsung bangun dari tempat duduknya.
"Lo pasti Rafael, Bos disini kan?? Gue peringatin ya, jangan pernah nyuruh Jono untuk masuk ke Club 69 lagi, dia itu orang baik!" Caca sedikit emosi.
Jono: ???
"Dan gue sampe kapan pun nggak akan mau rekaman!" Caca meniggikan suara.
"Ada apa ini?" tanya seseorang yang baru datang di belakang Caca.
Caca menoleh dan dilihatnya pria yang semalam tidur memeluknya sudah berdiri di depannya dengan style yang jauh berbeda dengan saat di Club. Dengan style cowok metroseksual ini hanya satu kata, G-A-N-T-E-N-G.
Caca: ???
"Bos?" kata Jono saat melihat Rafael baru datang.
"Jadi dia beneran Bos disini?" batin Caca yang masih terpaku dengan ketampanan Rafael.
"Akhirnya kamu dating juga, mau rekaman kan?" tanya Rafael ramah yang membuyarkan lamunan Caca.
"Eeee…gue kesini bukan buat rekaman, gue cuma mau ngasih sesuatu yang ketinggalan" kata Caca tersenyum evil.
"Ketinggalan?" ucap Rafael mencoba mengingat saat Caca tiba-tiba mendekat dan mencium bibirnya.
Rafa: ???
"Morning kiss" bisik Caca tersenyum setelah mencium Rafael. Dia pun melambai dan pergi.
Jono: ???
Rafael masih bengong sambil melihat ke arah mana Caca pergi. Dia pun tersenyum.
"Bos, Bos beneran semalem tidur ama dia?" tanya Jono kepo.
"Ya gitu deh" jawab Rafa tersenyum kemudian pergi ke ruangannya.
"Yah Bos nggak setia kawan nih, berarti tinggal saya yang belum kawin dong" kata Jono manyun.
Malam harinya di Club 69.
"Mana tu anak?!" teriak Mak Lampir, si Nyonya Germo mendobrak masuk kamar Caca dengan para bodyguardnya. "Heh, lu tuh hari ini jadwalnya nari. Ngapain lu masih tiduran?!" tanyanya esmosi.
"Aku..sakit.." jawab Caca lemah yang kini sedang di kompres oleh Bibi pembantu.
"Neng Caca sakit Nyah, sebaiknya hari ini istirahat dulu" kata Bibi yang kasian melihat keadaan Caca.
"Bodo amat! Mau dia sakit ato mati sekali pun bukan urusan gue. Urusan gue ama dia itu cuma duit! Sekarang Bibi gantiin pakaiannya trus bawa dia ke panggung, sekarang!" bentak Mak Lampir kemudian pergi.
"I-iya.." jawab Bibi takut.
Setelah menganti bajunya Caca, Bibi memapah Caca keluar kamar.
"Lho Bi? Caca kenapa?" tanya Rafael yang baru selesai ganti pakaian pelayan.
"Caca sakit" jawab Bibi.
"Ya ampun, badannya panas banget. Terus mau dibawa kemana? Seharusnya kan istirahat di kamar" kata Rafael sambil memegang dahi Caca.
"Nyonya bilang Neng Caca harus tetap nari walau lagi sakit" jawab Bibi.
"GILA ya tuh orang, orang lagi sakit malah di suruh kerja. Ya udah, sini aku bantu Bi" ucap Rafa yang kemudian ikut memapah Caca.
Setelah sampai di belakang panggung, Rafael membantu Caca berdiri tegap.
"Tenang ya, aku akan usahain kamu nggak akan lama narinya" bisik Rafael sambil memeluk Caca dari belakang.
Caca pun berjalan sempoyongan ke depan panggung. Dia langsung berpegangan pada tiang di ujung panggung karena nggak kuat berdiri. Matanya sudah berkunang-kunang tapi dia terus mencoba bertahan.
"Mana si Agus? Seharusnya dia yang jadi penari cowoknya malam ini" kata si Mak Lampir geram.
"Agus malam ini nggak masuk Bos, katanya Bininya lagi sakit" jawab salah satu bodyguardnya.
"Sayang Istri kok doyan main di Club? Dasar nggak propesional" kata Mak Lampir.
"Biar saya yang gantiin Agus" tawar Rafael.
Si Mak Lampir pun memperhatikan Rafael dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Oke" katanya kemudian dan Rafael pun bergegas pergi.
"Tunggu! Buka baju lo" kata Mak Lampir.
"Buka?" tanya Rafael bingung.
"Eh, yang namanya tarian striptis tu nggak pake baju lengkap. Buka baju lo!" perintah Mak Lampir.
Tanpa pikir panjang Rafael pun melepas kemejanya hingga bertelanjang dada dan terlihat sixpack di perutnya.
Mak Lampir: ???
Rafael membuka kaca matanya dan membenarkan rambutnya agar terlihat keren. Dia pun bergegas ke depan panggung. "Memangnya tarian apa yang bisa dilakukan oleh orang sakit?!" batin Rafael geram pada Mak Lampir.
"Yang HOT ya! Awas kalo nggak HOT gaji lu gua potong!" teriak Mak Lampir dari belakang panggung.
Semua pengunjung kaget saat Rafael berjalan ke depan panggung.
"Ya ampun, tu cowok ganteng banget!!!" itulah kata pertama saat Rafael muncul.
Rafael segera memeluk Caca dari belakang saat Caca mau jatuh. Mereka pun berpegangan pada tiang.
"Kamu ngapain disini?" tanya Caca lemah saat tau kehadiran Rafael.
"Udah, pokonya kamu diem, biar aku yang nari. Kamu cukup lemesin badan dan pegangan erat ke aku" bisik Rafael.
Mendengar hal itu Caca membalikkan badan dan mencoba tersenyum. Dia pun memeluk erat leher Rafael.
"Aku nggak terlalu tau tarian striptis tapi semoga tarian tango yang aku aransemen mendadak ini bisa menghibur. Maaf kalo aku akan sesekali menciummu" bisik Rafael pada Caca.
Musik di mulai. Rafael pun memulai aksinya. Beberapa kali dia mendorong dan menarik kembali tubuh Caca lalu mencium bibirnya sambil memutari tiang. Keringat yang keluar membuat mereka terlihat semakin seksi. Rafael mengayunkan tubuh Caca ke kiri dan ke kanan, berakhir dengan Rafael mengangkat kedua kaki Caca ke pinggangnya lalu mencumbunya hingga tiduran di lantai. Rafael mencoba mengangkat tubuh Caca dan? Brug! Caca pingsan!
"Yah kok berhenti? Lagi seru nih!" seru salah satu pengunjung yang sejak tadi menirukan tarian Rafael dan mempraktekan dengan wanitanya.
Dengan sigap Rafael mengangkat tubuh Caca dan membawa ke kamarnya. Bibi pun mengikutinya dari belakang.
"Lagi...lagi...lagi..." seruan pengunjung meminta Rafael dan Caca untuk menari lagi.
"Eh, pengunjung minta lo nari, ngapain lo berhenti?!!" kata Mak Lampir esmosi saat masuk ke kamar Caca dan membuat Rafael menoleh.
"LO NGGAK LIAT?! CACA PINGSAN!!!" teriak Rafael dengan mata merah padam.
Mak Lampir: ???
Selang kemudian.
Terlihat Rafael mengompres kening Caca dengan telaten.
"Ibu..Bapak...jangan tinggalin Tasha!" racau Caca mengeluarkan air mata.
Melihat Caca ngigau Rafael mencoba membelai rambut Caca dan segera membasahkan lagi handuk di kening Caca.
"Aku nggak mau! Aku nggak mau! Aaaaa..." teriak Caca sambil memegangi baju di dadanya.
"Sssssttttt...tenang ya" ucap Rafael sambil membelai rambut Caca agar tenang. Air mata Caca pun sedikit demi sedikit berhenti keluar.
Pagi harinya. Caca bangun dan di lihatnya Rafael duduk tertidur di samping ranjangnya dengan bertelanjang dada. Melihat hal itu Caca menyelimuti Rafael dan pergi keluar kamar.
Selang kemudian.
"Kamu udah bangun?" tanya Caca pada Rafael yang baru masuk kamar sambil membawa makanan.
"Iya udah, kamu lagi sakit malah buat makanan?" kata Rafael yang baru keluar dari kamar mandi dan bertelanjang dada.
"Maaf ya cuma bisa buatin susu hangat ama roti selai, aku nggak bisa masak sih hehe" ucap Caca malu.
"Nggak perlu repot-repot, liat kamu udah baikan aja aku udah seneng" kata Rafael tersenyum dan duduk di samping Caca. Caca hanya tersipu mendengarnya.
"Makasih ya udah bantu aku semalam" kata Caca sambil menyentuh jemari Rafael di bibir kasur.
"Makasihnya entar aja kalo kamu udah setuju untuk rekaman" kata Rafael yang beranjak dari duduknya.
"Huuuu..." Caca melemparkan bantal ke arah Rafael.
"Hehe" Rafael hanya tersenyum saat bantal tidak mengenai dirinya.
Hari pun berganti. Rafael dan Caca pun semakin dekat. Tanpa sadar mereka saling jealous jika melihat dengan yang lain. Rafael jealous setiap melihat Caca dengan pria hidung belang, dan Caca juga jealous setiap ada wanita penghibur yang mendekati Rafael. Hingga akhirnya?
"Bisa nggak sih kamu terima tawaran aku dan keluar dari tempat ini?!" kata Rafael kesal sambil membelakangi Caca.
"Maafin aku, aku nggak bisa" ucap Caca sambil memeluk Rafael dari belakang.
"Aku tuh Cinta sama kamu, kenapa hal ini nggak bisa buat kamu yakin ama aku?" kata Rafael lirih.
"Gimana kalo malam ini kamu jadi pelangganku?" tawar Caca.
Rafa: ???
Selang kemudian. Di kamar Caca.
"Mau sampe kapan kamu meluk aku kaya gini?" tanya Rafa yang duduk di pinggir ranjang saat Caca sedari tadi memeluknya dari belakang.
"Sampe kamu buka baju dan kita...bercinta" bisik Caca tersenyum.
"Sebelum kamu setuju untuk rekaman dan kita menikah, aku nggak akan lakuin hal itu!" kata Rafael kesal.
"Terus ngapain kamu bayar mahal-mahal cuma buat ngobrol semalaman?!" kata Caca manyun.
"Aku kan nggak mau kamu di jamah laki-laki lain lagi" jawab Rafael lirih.
"Apa aku harus naked dulu di depan kamu?" tanya Caca.
"Nggak! Nggak! Kalo kaya gitu sama aja kamu ngejatohin derajat kamu di mata aku" jawab Rafa.
"Jangan boong! Aku tau, di bawah sana pasti udah basah kan?" kata Caca tersenyum sambil membelai celana Rafael.
Rafa: ???
"Oke baiklah!" Rafael tiba-tiba balik badan dan mendekati Caca.
Caca: ???
"Ini kan yang dari tadi kamu mau?" Rafael terus merangkak mendekati Caca yang tiba-tiba mundur teratur.
"Raf, kamu nggak berniat untuk bunuh aku kan?" kata Caca yang takut akan tatapan tajam Rafael.
"Bukannya bercinta sama artinya dengan membunuh? Membunuh dengan nafsu" Rafael terus merangkak maju.
"Akh!" Caca meringkuk di tepian ranjang karena sudah terpojok dan menutup mukanya dengan tangan.
"Hahaha" Rafael terbahak lalu mengambil gitar di atas kepala Caca yang bersandar di dinding kamar.
Rafael membersihkan debu di gitar itu dan mencoba memetiknya.
"Udah sini, aku mau cek suara kamu masih merdu apa nggak" kata Rafael sambil mengencangkan beberapa senar gitar.
"Menghina" ucap Caca manyun sambil mendekati Rafael dan duduk disampingnya.
Selang kemudian. Terlihat Caca menyanyikan lagu A Thousand Years yang di populerkan oleh Christina Perri dan Rafael yang memetik gitarnya.
Heart beats fast(Jantungku berdebar kencang)...
Colors and prom-misses(Warna-warni dan janji-janji)...
How to be brave(Bagaimana agar berani?)...
How can I love when I'm afraid to fall?(Bagaimana bisa aku Cinta saat aku jatuh?)...

But watching you stand alone(Namun melihatmu sendirian)...
All of my doubt suddenly goes away somehow(Segala bimbangku mendadak hilang)...
One step closer(Selangkah lebih dekat)...

I have died every day waiting for you(Tiap hari aku tlah mati karena menantimu)...
Darling don't be afraid(Kasih jangan takut)...
I have loved you for a thousand years(Aku tlah mencintaimu ribuan tahun)...
I'll love you for a thousand more(Aku kan mencintaimu tibuan tahun lagi)...
"Gantian dong kamu yang nyanyi" ucap Caca setelah menyelesaikan nyanyiannya.
Rafael pun kembali memetik gitarnya. Suara merdunya pun kini keluar dengan menyanyikan lagu Star yang di populerkan oleh Kang Min Hyuk(CN Blue).
Haneure bitnadeon byeori(Bintang bersinar di langit)...
Joe meolli bitnadeon byeori(Bintang bersinar sangat jauh dariku)...
Nae mame naeryeowannabwa(Terlihat seperti kamu datang padaku)...

Gaseume saegyeojin byeori(Bintang mengukir di hatiku)...
Gaseume bitnadeon byeori(Bintang bersinar di hatiku)...
Ama neoin geot gata tteollineun soriga deullini(Aku pikir kamu dapat mendengar suara bergetar?)...
Oh star, tteugeoun simjongeul neukkini(Oh bintang, dapatkah kamu merasakan gairah hatiku?)...
You're my star(Kamu adalah bintangku)...

Aju oraen meon yetnalbuteo(Dari waktu lalu yang lama)...
Na kkum kkwowatdeon sarangi neoingeol ara(Aku tahu bahwa kamu Cintaku, sudah bermimpi kita selalu bersama)...
Eonjena hamkke haejwo, aju oraen sigan heulleodo(Meskipun waktu berakhir berharap padamu)...
Neul gateun jarieseo bitnajugil(Selalu bersinar pada tempat yang sama)...
Nae mam, neoegeman billyeojulge(Hatiku, hanya akan diberikan padamu)...
Caca pun tepuk tangan saat Rafael menyelesaikan nyanyian romantisnya dan Rafael tersenyum. Rafael memandang wajah Caca dan mendekat ke arahnya. Mereka pun berciuman .
Brak!
Seseorang mendobrak pintu kamar Caca.
"Oh, jadi karena cowok ini lo nggak mau ngelayanin gue?!" bentak seseorang yang di temani beberapa bodyguard.
"Ricky?" ucap Caca kaget.
"Apa-apaan nih?!!" kata Rafael kesal.
Seketika Caca berlindung di balik punggung Rafael.
"Siapa dia Ca?" tanya Rafael.
"Dia pelanggan setiaku tapi dia phsyco(sayko)" bisik Caca takut.
"Oh jadi elo si perjaka ting-ting yang lagi deket ama Caca?" ucap Ricky mendekati Rafael.
"Bukan urusan lo!" bentak Rafael.
"Asal lo tau, dia itu udah tidur ama gue berkali-kali. Mau aja lo ama yang bekas?" kata Ricky slengean.
"Brengsek!" Rafael pun meninjukan kepalan tangannya ke muka Ricky hingga Ricky jatuh dan ujung bibirnya berdarah.
"Berani lu ama gua, serang!" perintah Ricky pada bodyguardnya.
"Maju lo kalo berani" tantang Rafael pada bodyguard Ricky.
Bug..bug..bug...
5 lawan 1. Rafael mencoba sekuat tenaga untuk melawan.
"Rafael!" teriak Caca histeris saat melihat Rafael jatuh terkapar bersimbah darah karena sudah berkali-kali di pukul keroyokan.
"Haha makanya jangan sok!" ucap Ricky sambil menginjak tubuh Rafael. "Bawa mereka keluar!" perintah Ricky pada bodyguardnya.
"Caca.." ucap Rafael lemah dengan tangan menggapai ke arah Caca pergi.
"Rafael..!" teriak Caca saat di seret keluar kamar.
Selang kemudian. Terlihat Rafael terkapar di bawah panggung, sedangkan Caca di ikat di tiang striptis di atas panggung. Semua pengunjung menghindar dan bersembunyi di pojok-pojok ruangan. Bahkan Mak Lampir ikutan ngilang kalo Ricky datang ke Club-nya. Semuanya tau kalo Ricky marah apa saja bisa di lakukannya, bahkan membunuh orang.
"Aaaaaaa...lepasin!!!" ucap Caca berontak.
"Caca.." ucap Rafael lirih dan? Bug! Rafael selalu di tendang dan di pukul setiap mengeluarkan suara oleh para bodyguard Ricky.
"Ini hukuman buat lo karena udah nolak gue" ucap Ricky dan? Sret! Ricky menyobek paksa baju Caca hingga terlihat dalamannya.
"Arrggghhh...!"teriak Caca kesakitan dan dia pun menangis.
"Brengsek! Gue bunuh lo!!!" teriak Rafael dan perutnya kembali mendapat tendangan hingga dia memuntahkan darah.
"Rafael!" teriak Caca yang tak tega melihatnya.
"Dengerin semuanya! Malam ini gua mau liat hiburan disini. Cewek primadona ini akan gua telanjangi dan semua cowok disini WAJIB, bermain dengannya..haha" ucap Ricky terbahak dan di ikuti tawaan para bodyguardnya.
"Bangsat!!!" dengan tenaga yang tersisa Rafael naik ke panggung dan langsung meninju Ricky berkali-kali tanpa ampun. Dan itu bersamaan dengan terdengarnya suara sirine polisi dari depan Club.
"Hah, Polisi!" semuanya pun berlarian mencoba kabur.
Menyadari kehadiran polisi, Rafael pun segera melepas ikatan Caca dan lari ke pintu belakang Club. Di sana mereka langsung di sambut sebuah mobil dan mereka segera masuk ke dalamnya.
"Kamu nggak apa-apa Raf?" tanya Caca khawatir sambil memeriksa muka Rafael yang babak belur.
"Kamu juga nggak kenapa-kenapa kan?" tanya Rafael lirih sambil menahan sakit.
"Aku nggak apa-apa" jawab Caca sesegukan dan memeluk Rafael erat.
"Lho Bos? Bos kok babak belur gitu? Apa Jono telat?" tanya sang supir mobil yang ternyata assistant Rafael.
"Jangan liat sini!" bentak Rafael yang nggak mau Jono ngeliat Caca nggak pake baju. Dan Rafael pun langsung mengambil selimut di belakang jok untuk menyelimuti Caca.
"Eh iya, maap Bos" jawab Jono.
"Lo kok telat banget sih? Gue tadi ampir mati tau nggak!" bentak Rafael.
"Bukan saya yang telat Bos tapi Pak Polisinya, saya mah dari tadi sore udah stay di kantor Polisi.
"Ah udah deh, yang penting lo sekarang nyetir yang bener dan bawa gue pulang!" bentaknya lagi sambil menahan sakit. Tapi nggak kerasa sakit lagi pas Caca ngebelai pipinya.
"Siap Bos!" jawab Jono semangat.
"Semua yang Bos suruh udah Jono laksanain. Club 69 akan dihancurin dan germo serta antek-anteknya akan dimasukin ke penjara karena mendirikan Club ilegal. Gimana Bos? Jono kerja bagus kan?" ucap Jono sambil menyetir. "Bos?" panggil Jono yang tak mendapat sahutan dari Bos-nya.  Jono pun menoleh ke belakang. Dilihatnya Bos-nya sedang berbagi selimut dan bercumbu mesra dengan wanitanya.
Jono: ???
"Pantes nggak nyahut, lagi enak-enakan dia" batin Jono manyun dan kembali menyetir.
Selang kemudian. Di apartement Rafael.
"Udah nih Bos? Jono harus pulang nih?" tanya Jono.
"Ya lo pulang, ngapain masih disini. Pergi..pergi" usir Rafa sambil mendorong Jono keluar lalu mengunci pintu.
Selang kemudian. Setelah Rafael dan Caca membersihkan diri.
"Kamu mau makan nggak?" tanya Rafael di depan kulkas saat mendengar langkah Caca yang keluar dari kamar mandi.
"Nggak, aku nggak laper" jawab Caca sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Maaf ya aku cuma bisa minjemin pakaian co.." ucap Rafael terpotong saat melihat Caca hanya memakai kemeja putihnya.
Rafa: ???
"Kenapa?" tanya Caca tersenyum kemudian mendekat ke arah Rafael.
"Oh my God! Tahan Rafael, tahan!" batin Rafael. "Aww!" teriak Rafael saat Caca memencet luka di wajahnya.
"Lukanya pengen sembuh kan? Sini aku obatin" ucap Caca kemudian menarik Rafael untuk duduk di kursi meja makan. "Dimana kotak P3K-nya?" tanya Caca.
"Tuh" tunjuk Rafael pada kotak yang menempel pada dinding bertuliskan P3K.
Caca pun mendekat ke kotak itu. Dia sedikit berjinjit karena kotak itu berada lumayan tinggi. Melihat hal itu Rafael segera membantunya mengambil obat di kotak P3K, tapi Rafael menaruh kembali obat itu.
Caca: ???
"Kamu sebenernya bisa ngambil sendiri" ucap Rafael tersenyum.
"Maksudnya?" tanya Caca bingung.
Rafael pun memeluk perut Caca dan mengangkatnya.
"Aduh-duh ahaha, kamu tuh!" Caca memukul pelan lengan kekar Rafael.
"Cepet ambil obatnya, berat tau" seru Rafa.
"Iya-iya bawel" jawab Caca tersenyum kemudian mengambil obatnya.
Rafael pun menurunkan Caca tapi tetap memeluknya.
"Mau sampe kapan kamu kaya gini?" Caca mengulang kata-kata Rafael setiap dia memeluknya lama.
"Gimana kalo kita nikah bulan depan?" bisik Rafael.
"Boleh" jawab Caca tersenyum kemudian berbalik melihat ke arah Rafael.
"Tapi kamu nggak akan kembali kerja kaya gitu kan?" tanya Rafael manyun.
"Untuk apa aku kembali kalo aku udah punya laki-laki sempurna kaya kamu" jawab Caca tersenyum dan mereka pun berciuman.
Selang kemudian. Terlihat Caca dalam pelukan Rafael di atas tempat tidur.
"Kok aku jadi pengen tau semua tentang kamu ya?" ucap Rafael tiba-tiba sambil memainkan tangan Caca yang sedang memainkan kancing bajunya.
"Kamu pengen tau apa? Pasti aku ceritain semua kok" jawab Caca yang masih asik memainkan kancing di dada Rafael.
"Oh ya, pas kamu sakit, aku sempet denger kamu ngigau Bapak-Ibu kamu dan kamu sempat menyebutkan nama Tasya. Emm sebenarnya sejak kapan kamu masuk ke dunia malam?" tanya Rafael.
Mendengar hal tersebut Caca jadi manyun. "Nama asli aku emang Natasha dan aku biasa di panggil Tasha. Caca itu nama panggung saat aku jadi wanita penghibur" beritahu Caca dan dia pun kembali mengingat masa lalunya saat pertama kali masuk ke Club 69.
Flashback…
"Aku nggak mau! Nggak mau! Lepasin...!!!" berontak seorang gadis yang masih memakai seragam putih abu-abu di seret masuk ke Club 69 oleh beberapa bodyguard. "Bapak jangan ninggalin Tasha disini Pak! Bapaaaakkk...!!" teriak Tasha pada Bapaknya yang sudah pergi menjauh sambil membawa segepok uang dari Mak Lampir.
Tega-teganya dia menjual anaknya sendiri. Uang yang di dapatnya bukannya di gunakan untuk pengobatan Istrinya yang sakit parah malah di gunakan untuk mabok dan berjudi.
"Gue mau anak itu" tunjuknya pada Tasha saat melewatinya.
"Anda gila? Dia itu anak baru dan umurnya masih 17 tahun, masih sekolah, masih bau kencur. Sorry nggak bisa" tolak Mak Lampir.
"Pokoknya gue mau anak itu!" teriaknya kemudian mengikuti kemana bodyguard membawa Tasha.
"Bukaaaa...bukaaa...!!!" teriak Tasha menggedor-gedor pintu setelah bodyguard memasukkannya ke kamar kosong lalu menguncinya. Tasha pun duduk bersimpuh dan menangis.
Cekrek…
Seseorang membuka pintu dan Tasha pun menoleh.
"Siapa kamu?" tanyanya saat seorang lelaki mabuk masuk. Tasha pun berjalan mundur karena lelaki itu mendekatinya. "Siapa kamu? Aaaaa...!!!" teriak Tasha kemudian.
Selang kemudian. Terlihat laki-laki mabuk itu keluar dari kamar Tasha lalu menutup resleting celananya kemudian berjalan pergi.
Di sisi lain.
Terlihat Tasha menangis sambil menutupi tubuhnya dengan selimut. "Aaaarrrggghhh...!!!" Tasha memukul-mukul dadanya dan menyesali apa yang terjadi barusan. Rok putih abu-abunya kini terdapat bercak darah. Saksi bisu kebiadaban lelaki bejat! Begitu menurutnya.
Flashback END…
Terlihat Caca mencengkeram kancing baju Rafael dan menutup matanya saat mengingat masa lalunya. Air matanya pun jatuh.
"Kenapa?" Rafael jadi khawatir lalu menarik tubuh Caca agar sejajar dengannya dan di peluknya erat. "Cup..cup..cup..udahan ya nangisnya? Maaf kalo pertanyaan aku ngebuat kamu jadi sedih" kata Rafael sambil membelai lengan Caca agar tenang.
"Bahkan sampai sekarang aku masih ingat nama laki-laki itu" ucap Caca sesegukan.
"Siapa memang?" tanya Rafa.
"Mahendra" jawab Caca dan Rafael pun kaget mendengarnya.
Rafael segera mengambil handphone smartphonenya lalu mencari foto pernikahan Putri dan Mahendra/Hendra.
Caca: ???
"Apa ini orangnya?" tanya Rafael sambil menunjukkan sebuah foto.
"Itu kan.." ucap Caca lalu memandang ke arah Rafael.
Mengetahui hal itu tiba-tiba Rafael menjadi panas dan?
"Kamu mau kemana?" tanya Caca saat Rafael tiba-tiba bangun dan bergegas pergi.
"Aku ada urusan sebentar" ucap Rafael sambil mengambil jaket dan kunci mobil lalu pergi.
"Ini udah malam, jangan lama-lama!" teriak Caca tapi Rafael sudah pergi. Caca pun jadi manyun.
Selang kemudian. Terlihat Hendra baru pulang kerja dan membuka pintu rumahnya saat tiba-tiba Rafael mendorongnya masuk dan meninju mukanya.
"Apa-apan nih?!" kata Hendra kesal sambil memegangi bibirnya yang sedikit berdarah.
"Jujur, 8 tahun yang lalu, apa lo pernah ke Club 69 dan tidur dengan anak sekolah?" tanya Rafael sambil mencengkeram kerah baju Hendra.
"Maksud lo apa?!" jawab Hendra kesal.
"JAWAB!!!" bentak Rafael.
"I-i-ya" jawab Hendra gugup.
"BRENGSEK!!!" Rafael kembali memukul Hendra bertubi-tubi. "BISA-BISANYA LO NGAMBIL SEMUA YANG GUE SUKA!! BRENGSEEEKKK…!!!" Rafael trus memukulnya tanpa ampun. Hingga akhirnya?
"Papa..Papa.." ada tangan mungil yang menarik celana Rafael.
Rafael pun menoleh dan dilihatnya anak semata wayang Putri yang baru berumur 2 tahun, Tasya.
"Papa.." ucap Tasya pada Rafael.
"Ini Papa sayang, bukan dia" ucap Hendra lirih karena babak belur.
Rafael pun mengangkat Tasya dan menggendongnya.
"Mau bawa kemana anak gue?!!" teriak Hendra sekuat tenaga saat Rafael beranjak pergi.
"Tasya nggak bisa hidup dengan Bapak bejat kaya lo!" Rafael pun pergi.
Selang kemudian.
"Anak siapa Raf?" tanya Caca saat melihat Rafael yang baru datang menggendong seorang anak balita.
"Ini anak Putri, namanya Tasya" jawab Rafa kemudian menidurkan Tasya yang sudah terlelap di kasur.
"Wah namanya sama kaya aku, btw Putri itu siapa?" tanya Caca sambil menyelimuti Tasya.
Rafael pun termenung melihat wajah polos Tasya.
Flashback…
"Raf, maafin aku, aku nggak tau kalo kejadiannya akan seperti ini. Aku mohon kamu mau bertanggung jawab atas kehamilan aku" pinta Putri.
"Nggak bisa, aku nggak mungkin bertanggung jawab atas apa yang nggak pernah aku lakukan!" jawab Rafael kesal.
"Tapi aku maunya nikah sama kamu, bukan yang lain" kata Putri terisak.
"Itu salah kamu, kenapa memilih pelarian yang ternyata seorang lelaki nggak bener kaya dia!" Rafael yang juga terisak.
Akhirnya Putri pun menikah dengan Hendra.
Beberapa bulan menjelang persalinan Putri. Terlihat Rafael dan Putri duduk di kursi ayunan di belakang rumah.
"Anak ini udah aku sugesti kalo kamu Papanya, jadi saat aku nggak ada kamu harus jadi Papanya ya?" ucap Putri tersenyum sambil mengelus perutnya yang buncit.
Mendengar hal itu Rafael hanya tersenyum miris. Bagaimana bisa anak yang bukan darah dagingnya malah memanggilnya Ayah? Tega sekali Putri pada Rafael.
Saat Putri meninggal setelah melahirkan Tasya, dan di saat yang lain menangisinya, Rafael hanya bisa menatap sayu dari balik pintu ruang rawat. Baginya kini sudah saatnya untuk melupakan sosok Putri.
Flashback OFF…
"Besok aku akan antar Tasya ke Omanya yang orang Padang(Mamah Putri)" kata Rafael yang menitikan air mata saat mengenang sosok Putri.
Keesokan harinya. Setelah mengantar Tasya ke Omanya, Rafael dan Caca pergi berbelanja ke swalayan untuk membeli baju Caca dan keperluan yang lainnya.
"Ngapain sih aku harus masuk sini juga?" kata Rafael manyun saat dipaksa Caca masuk ke toko dalaman wanita.
"Ini bagus nggak?" tanya Caca sambil menempelkan ke tubuhnya.
Rafael hanya curi-curi pandang melihatnya.
"Bagus nggak?" tanya Caca lagi. "Kalo kamu nggak jawab entar kita lama disininya lho" sambungnya cekikikan.
"Iya-iya bagus" jawab Rafael manyun.
Saking mesranya mereka sampai orang-orang mengira mereka adalah pengantin baru.
"Eh ngapain ngambil itu?" tunjuk Rafael pada sekotak kondom yang baru di ambil Caca.
"Nggak tau tadi tangan aku reflek ngambil hehe" kata Caca nyengir.
"Ca, kalo pun kita nikah dan berhubungan, aku nggak mau pake kaya gituan karena aku mau punya anak dari kamu" ucap Rafael kemudian menaruh kondom itu di etalasenya kembali dan menarik Caca pergi.
Beberapa hari kemudian. Caca jatuh sakit.
"Pasien terkena syndrome seks dimana kebutuhan seks seseorang meningkat mendadak dan membuatnya tidak nafsu makan, tidak nafsu makan ini yang membuat dia jadi sakit, biasanya syndrome ini terjadi apabila pasien sebelumnya sudah terbiasa sering melakukan hubungan" dokter menjelaskan.
"Pantes aja aku jarang liat dia makan dan selalu ingin deket aku terus" batin Rafa sambil memandang Caca yang tengah tidur terlelap setelah di beri suntikan oleh dokter.
"Gimana dengan hasil visum dok?" tanya Rafa.
"Hasilnya akan keluar nanti malam, nanti anda ambil saja di Rumah Sakit" jawab dokter kemudian pergi.
Rafael pun menelpon Jono dan menugaskannya mengambil hasil visum nanti malam.
"Maaf ya, aku nggak tau kalo kamu benar-benar menginginkannya. Haruskah aku mempercepat pernikahan kita?" ucap Rafael sambil menggenggam tangan Caca kemudian menyelimutinya lalu mencium keningnya.
Malam harinya.
"Maaf Bos telat, ini barangnya" ucap Jono sambil menyerahkan sebuah surat dari Rumah Sakit.
Rafael membuka dan membacanya. Tiba-tiba badannya lemas dan dia pun jatuh bersimpuh. Dia pun menangis sambil memukul-mukul kepalanya. Seakan menyesali sesuatu.
"Hasilnya apa Bos?" Jono penasaran.
Rafael sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi.
"A-A-AIDS???" ucap Jono terbata saat membaca surat hasil visum. "Ini beneran Bos, Caca kena AIDS???" ucapnya nggak percaya.
"Apa kamu bilang?" ucap Caca yang baru keluar dari kamar mandi dengan muka pucat.
Rafael pun menoleh ke arah Caca dengan matanya yang sudah merah karena menangis. Dia bangun lalu memeluk Caca erat dan kembali menangis.
"Kenapa Raf? Aku sakit apa?" tanya Caca lirih.
"A-A-AIDS" ucap Jono terbata.
"Jono KELUAR!!!" bentak Rafael.
"I-i-iya Bos" ucap Jono kemudian bergegas pergi.
"Aku kenapa Raf?" tanya Caca lagi yang kini ikut menangis.
Rafael memegang kedua pipi Caca. "Kamu nggak kenapa-kenapa kok, kamu sehat. Aku mau ngasih tau kamu kalo kita menikah besok, kamu seneng kan?" ucap Rafael kemudian memeluk erat Caca lagi.
"Rafael.." kata Caca sesegukan yang tau dusta Rafael.
"Penyakit separah apapun nggak akan ngebuat aku menjauh dari kamu" ucap Rafael lirih dan mereka pun semakin mempererat pelukan.
Pagi harinya.
"Kamu mau kemana?" tanya Rafael yang baru bangun tidur saat melihat Caca sudah berpakaian rapi dan bergegas pergi.
"Maafin aku Raf, nggak seharusnya aku ada disini" ucap Caca kemudian berjalan ke arah pintu.
Melihat hal itu Rafael langsung berlari mengejar Caca.
"Kamu mau kemana?? Kamu mau ninggalin aku???" Rafael kembali menutup pintu yang baru di buka oleh Caca.
"Aku nggak akan ngebiarin orang lain tertular penyakit aku ini, sebaiknya aku pergi dari sini" Caca kembali menarik gagang pintu tapi di tahan lagi oleh Rafael.
"Nggak, aku nggak akan ngebiarin kamu pergi" ucap Rafael lirih.
"RAFA! Kamu harus sadar, nggak seharusnya orang sehat kaya kamu hidup dengan orang penyakitan kaya aku!" bentak Caca sesegukan.
"Siapa peduli, kalo aku harus mati bareng kamu itu lebih baik dari pada aku harus kehilangan orang yang aku Cintai lagi" Rafael menahan lengan Caca tapi Caca menepisnya hingga Rafael hampir jatuh. Dia pun kembali membuka pintu tapi dengan cepat Rafael menariknya dan menciumnya paksa.
Caca terus berontak dan tidak mau membuka mulutnya.
"Kamu udah gila ya?! Kamu mau penyakit aku nular ke kamu?! Kamu mau mati, hah?!!" bentak Caca emosi setelah berhasil melepaskan diri.
"Aku emang udah gila! Karena itu, ayo kita lakukan!" Rafael kemudian melepas baju dan celananya hingga yang tersisa hanya kolor bergambar snoopy.
"Maksudnya apa sih?!" Caca makin kesal.
"Bukankah ini yang kamu inginkan?! Karena itu, ayo kita berbagi penyakit!" Rafael kembali mencium Caca dengan tenaga yang lebih kuat, tapi Caca tetap berontak dan berusaha melepaskan diri. "Aku tuh Cinta sama kamu. Jadi please, biarin aku di samping kamu sampai saat terakhir" bisik Rafael lirih saat mereka bersitegang dan hidung mereka bersentuhan.
Mendengar hal itu hati Caca menjadi lemah dan Rafael pun kembali menciumnya dengan lembut. Rafael menyandarkan Caca ke pintu dan mereka pun berciuman mesra meski diantara linangan air mata.
Selang kemudian.
"Gimana rasanya? Uhh" tanya Rafael yang kini berada di atas Caca.
"Karena aku udah lama nggak ngelakuin ini. Rasanya, seperti malam pertama. Emh" jawab Caca dan Rafael pun tersenyum kemudian mencumbunya mesra.
Selang kemudian.
Terlihat Caca duduk bersandar di dada Rafael dan berbagi selimut dengannya. Maklum, abis pagi pertama, karena sekarang ceritanya masih pagi.
"Gimana rasanya berbagi penyakit?" tanya Caca yang jemari kini dipermainkan Rafael.
"Aku bahagia, makasih sayang" jawab Rafael kemudian mencium kening Caca.
"Berbagi penyakit kok bahagia?" tanya Caca bingung.
“Ada yang mau berbagi penyakit ama kamu seharusnya kamu bahagia juga dong?" ucap Rafael sambil menyatukan jemarinya dengan sela-sela jemari Caca.
"Uhh, dasar!" Caca mencubit hidung Rafael tapi Rafael malah terbahak.
"Sayang, setelah melewati pagi ini sepertinya aku kena syndrome kaya kamu deh. Apa sebaiknya kita bercinta setiap hari?" Rafael memandang wajah Caca dan Caca pun tersenyum lalu mereka berciuman.
Sebulan kemudian.
Orang-orang menyebut Rafael dan Caca adalah pasangan AIDS. Tapi Rafael tidak marah karena yang menyebut hal itu adalah karyawannya sendiri yang sebenarnya bukan bermaksud menghina. Seperti sekarang ini, semua karyawan itu menghadiri upacara pernikahan Rafael dan Caca.
"Sekarang kalian sudah resmi menjadi sepasang suami-istri. Silakan untuk mencium pasangannya" ucap Pasteur.
Tiba-tiba handphone Rafael bunyi.
"Halo?"
".........."
"Ya, ada apa dok?"
".........."
"Hah, yang bener dok??"
".........."
"Iya nama aslinya Natasha bukan Caca"
"........."
"Heuh, Jono...!" Rafael menatap geram Jono yang duduk di bangku undangan. Rasanya pengen lempar sepatu ke arahnya.
Jono: ???
"Iya-iya makasih dok"
Bip!
Telepon pun terputus.
"Ada apa Raf?" tanya Caca.
"Sayang, tadi aku dapet telepon dari dokter kamu. Katanya kamu itu nggak sakit AIDS. Kamu selalu pakai alat kontrasepsi kan selama kerja itu?" kata Rafael dan Caca pun mengangguk. "Jono salah ngambil hasil visum waktu itu, seharusnya dia ngambil yang namanya Natasha bukan Caca. Dan kamu nggak sakit, kamu sehat!" ucap Rafael tersenyum dan membuat para undangan heboh mendengarnya.
"Oh ya?" Caca pun tersenyum. Dan mereka pun berciuman mesra dan membuat para undangan tepuk tangan meriah dan terharu.
Tapi tiba-tiba Caca mendorong Rafael.
"Kenapa?" tanya Rafael bingung.
"Huek!" Caca menutup mulutnya karena merasa mual.
Rafa: ???
"Wah, kayaknya kamu akan jadi Ayah Raf!" teriak salah satu undangan.
Mendengar hal itu Rafael tersenyum dan langsung memeluk Caca. Para undangan pun kembali bertepuk tangan riuh.
-THE END-
Created by Melly Moela (@melly29pinguin)


1 komentar: